Tuesday, December 22, 2009

SEKILAS TENTANG ASURANSI DALAM BMT SYARIAH 2

BMT Syariah - Setelah mengenal sedikit pengertian asuransi, kita akan membahas tentang bentuk-bentuk asuransi.

Bentuk Asuransi

Prof. KH. Alie Yafie dalam buku "Menggagas Fiqh Sosial" mengutip uraian Prof. Dr. Wirjono Projodikoro SH. dalam buku Hukum Asuransi di Indonesia, dan Ny. Emmy Pangaribu Simanjutak SH. dalam Hukum Pertanggungan, menyebut ada beberapa bentuk asuransi.

Pertama, bila ditilik dari segi maksud dan tujuan yang hendak dicapai, asuransi dapat dibagi menjadi tiga, yakni Asuransi Ganti Kerugian, Asuransi Sejumlah Uang dan Asuransi Wajib. Asuransi Ganti Kerugian atau Asuransi Kerugian adalah suatu bentuk asuransi dimana terdapat suatu perjanjian berupa kesediaan pihak penanggung untuk mengganti kerugian yang diderita oleh pihak tertanggung. Ada kalanya penggantian kerugian yang diberikan oleh penanggung sebenarnya tidak dapat disebut ganti rugi yang sesungguhnya. Yang diterimanya itu sebenarnya adalah hasil penentuan sejumlah uang tertentu yang telah disepakati kedua belah pihak. Disebut kesepakatan, karena siapa yang mau nyawanya diganti dengan sejumlah uang? Asuransi yang demikian ini disebut Asuransi Sejumlah Uang atau Asuransi Orang, yang merupakan lawan (muqabil) dari asuransi ganti kerugian yang dianggap sebagai asuransi yang sesungguhnya. Yang termasuk golongan asuransi ganti kerugian ialah asuransi kebakaran, asuransi laut, asuransi pengangkutan di darat dan sebagainya. Dan yang termasuk golongan asuransi sejumlah uang ialah asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan. Di Barat istilah insurance digunakan untuk asuransi ganti kerugian sedang assurance untuk asuransi sejumlah uang.

Sedang dalam Asuransi Wajib, dikatakan wajib karena ada salah satu pihak yang mewajibkan kepada pihak lain dalam mengadakan perjanjian. Pihak yang mewajibkan ini biasanya adalah pihak pemerintah. Pemerintah dalam hal ini bertindak sebagai penanggung. Ia mewajibkan asuransi ini berdasarkan atas pertimbangan untuk melindungi golongan lemah dari bahaya yang mungkin akan menimpanya. Disamping itu juga ada tujuan lain, yakni mengumpulkan sejumlah uang premi yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk keperluan lain yang dianggap lebih penting.

Kedua, apabila ditilik dari sudut badan usaha yang menyelenggarakan asuransi, maka dapat dibagi menjadi dua, yakni Asuransi Premi dan Asuransi Saling Menanggung. Asuransi premi adalah bentuk asuransi biasa. Dalam asuransi ini terdapat suatu perusahaan asuransi di satu pihak yang mengadakan persetujuan asuransi dengan masing-masing pihak tertanggung secara sendiri-sendiri, dimana diantara tertanggung tidak ada hubungan hukum satu sama lain. Kebalikannya, di dalam asuransi saling menanggung ada suatu persetujuan dari semua para pihak tertanggung selaku anggota. Mereka tidak membayar premi, melainkan membayar semacam iuran kepada pengurus dari perkumpulan. Dan juga selaku anggota perkumpulan, mereka akan menerima pembayaran apabila memenuhi syarat, yang tergantung pada peristiwa yang semula belum dapat ditentukan akan terjadi.

SEKILAS TENTANG ASURANSI DALAM BMT SYARIAH

BMT Syariah - Pembaca mungkin sudah mengetahui bahwa selain sektor riil (perdagangan dan jasa), dalam sistem ekonomi kapitalistik berkembang pula sektor non-riil atau sektor keuangan. Dalam sektor ini, uang tidak lagi dianggap sebagai alat tukar semata tapi juga sebagai komoditi yang bisa diperdagangkan atau diambil "manfaatnya". Salah satu bentuknya adalah "jasa" asuransi. Mereka memang menganggap usaha ini, sebagaimana perbankan, sebagai jasa. Padahal bila ditilik lebih jauh usaha tersebut adalah memperlakukan uang sebagai komoditi seperti disebut diatas. Maka asuransi adalah sebuah usaha yang mengambil keuntungan dari komoditas uang yang berputar dalam jasa jaminan.

Pengertian Asuransi

Dr. H. Hamzah Ya'cub dalam buku Kode Etik Dagang Menurut Islam, menyebut bahwa asuransi berasal dari kata dalam bahasa Inggris "insurance" atau assurance" yang berarti jaminan. Dalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dijelaskan bahwa asuransi adalah: suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

Pada awalnya asuransi dikenal di Eropa Barat pada Abad Pertengahan berupa asuransi kebakaran. Lalu pada abad 13 - 14, seiring dengan meningkatnya lalu lintas perhubungan laut antar pulau, berkembanglah asuransi pengangkutan laut. Asuransi jiwa sendiri baru dikenal pada awal abad 19. Kodifikasi hukum yang dibuat oleh Napoleon Bonaparte memuat pasal-pasal tentang asuransi dalam KUHD. Kodifikasi ini kemudian mempengaruhi KUHD Belanda, yang sebagiannya hingga sekarang masih dipakai di Indonesia.

Bentuk asuransi sekarang sudah sangat beragam. Disamping yang telah disebut, juga ada asuransi kecelakaan, asuransi kerusakan, asuransi kesehatan, asuransi pendidikan, asuransi kredit, bahkan juga asuransi organ tubuh (kaki pada pemain bola, suara pada penyanyi dan sebagainya).

Tujuan asuransi pada pokoknya adalah "mengalihkan risiko yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan kepada orang lain yang bersedia mengambil risiko itu dengan mengganti kerugian yang dideritanya. Pihak yang bersedia menerima risiko itu disebut penanggung(insurer)". Ia mau melakukan hal itu tentu bukanlah semata-mata demi kemanusiaan saja (bahkan mungkin alasan sosial ini memang tidak pernah ada), tapi karena ia melihat dalam usaha ini terdapat celah untuk mengambil keuntungan. Sebagai perusahaan, pihak penanggung bagaimanapun lebih dapat menilai besarnya risiko itu dari pada pihak tertanggung (insured) seorang. Berdasarkan besar kecilnya risiko yang dihadapi penanggung dan berapa besar persentase kemungkinan klaim yang akan diterimanya, didukung analisa statistik, perusahaan asuransi dapat menghitung besarnya penggantian kerugian. Dan dari jumlah inilah perusahaan memintakan premi kepada pihak tertanggung. Di luar itu, perusahaan asuransi masih memasukkan biaya operasional dan margin keuntungan untuk perusahaan. Ini merupakan teknik perusahaan asuransi untuk meraup untung. Bila biaya operasional dan margin keuntungan dari satu nasabah tertanggung sudah diperoleh, ditambah dengan perolehan bunga dari uang premi nasabah tiap bulan yang disimpan di bank, maka perusahaan asuransi tentu saja akan meraup untung berlipat-lipat dari semakin banyak nasabah yang berhasil digaet.

Memang diakui masih ada kemungkinan dalam prakteknya perhitungan teliti itu meleset. Dalam arti, masih ada bahaya besar bagi perusahaan bila menanggung sendiri. Tapi kemungkinan itu sangat kecil, kalau tidak bisa disebut tidak ada sama sekali. Disampingi itu, perusahaan bisa berupaya agar risiko itu ditanggung pula oleh pihak lain. Inilah yang dinamakan re-asuransi.

Bersambung ke SEKILAS TENTANG ASURANSI DALAM BMT SYARIAH 2

Thursday, December 3, 2009

Peran dan Fungsi Koperasi Syariah

Dalam koperasi konvensional lebih mengutamakan mencari keuntungan untuk kesejahteraan anggota, baik dengan cara tunai atau membungakan uang yang ada pada anggota. Ironisnya sebagian anggota yang meminjam biasanya anggota yang mengalami defisit keuangan untuk kebutuhan sehari-hari (emergency loan) dan pihak koperasi memberlakukannya sama dengan peminjam lainnya dengan mematok bunga yang sama besar.

Pada Koperasi Syari’ah hal ini tidak dibenarkan, setiap transaksi pembiayaan diperlakukan secara berbeda tergantung jenis kebutuhan anggotanya dengan imbalan yang diterima seperti : Fee (untuk pelayanan jasa-jasa), Margin (untuk jual beli) dan bagi Hasil (untuk kerja sama usaha). Oleh karenanya Koperasi Syari’ah memiliki peran dan Fungsi antra lain :

1) Sebagai Manajer Investasi

Koperasi Syari’ah merupakan manajer Investasi dari pemilik dana yang dihimpunnya. Besar kecilnya Hasil Usaha Koperasi tergantung dari keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme koperasi Syari’ah. Penyaluran dana yang dilakukan koperasi syari’ah memiliki implikasi langsung kepada berkembangnya sebuah koperasi syari’ah.

Koperasi Syari’ah melakukan fungsi ini terutama dalam akad pembiayaan Mudharabah, dimana posisi bank sebagai “agency contract” yaitu sebagai lembaga yang menginvestasikan dana-dana pihak lain pada usaha-usaha yang menguntungkan. Jika terjadi kerugian maka Koperasi syari’ah tidak boleh meminta imbalan sedikitpun karena kerugian dibebankan pada pemilik dana. Fungsi ini terlihat pada penghimpunan dana khususnya dari bentuk tabungan Mudharabah maupun investasi pihak lain tidak terikat. Oleh karenanya tidak sepatutnya koperasi syari’ah menghimpun dana yang bersifat mudharabah baik tabungan maupun investasi tidak terikat jika tidak memiliki obyek usaha yang jelas dan menguntungkan.

2) Sebagai Investor

Koperasi Syari’ah menginvestasikan dana yang dihimpun dari anggota maupun pihak lain dengan pola investasi yang sesuai dengan syar’ah. Investasi yang sesuai meliputi akad jual beli secara tunai (Al Musawamah) dan tidak tunai (Al Murabahah), Sewa-menyewa (Ijaroh), kerjasama penyertaan sebagian modal (Musyarakah) dan penyertaan modal seluruhnya (Mudharabah). Keuntungan yang diperoleh dibagikan secara proporsional (sesuai kespakatan nisbah) pada pihak yang memberikan dana seperti tabungan sukarela atau investasi pihak lain sisanya damasukan pada pendapatan Operasi Koperasi Syari’ah.

3) Fungsi Sosial

Konsep Koperasi Syari’ah mengharuskan memberikan pelayanan social bak kepada anggota yang membutuhkannya maupun kepada masyarakat dhu’afa. Kepada anggota yang membutuhkan pinjaman darurat (mergency loan) dapat diberikan pinjaman kebajikan dengan pengembalian pokok (Al Qard) yang sumber dananya berasal dari modal maupun laba yang dihimpun. Dimana anggota tidak dibebankan bunga dan sebagainya seperti di koperasi konvensional. Sementara bagi anggota masyarakat dhuafa dapat diberikan pinjaman kebajikan dengan atau tampak pengembalian pokok (Qardhul Hasan) yang sumber dananya dari dana ZIS (zakat, infak dan shadaqoh). Pinjaman Qardhul Hasan ini diutamakan sebagai modal usaha bagi masyarakat miskin agar usahanya menjadi besar, jika usahanya mengalami kemacetan, ia tidak perlu dibebani dengan pengembalian pokoknya.

Fungsi ini juga yang membedakan antara koperasi konvensional dengan koperasi syari’ah dimana konsep tolong menolong begitu kentalnya sesuai dengan ajaran Islam “ Dan tolon menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketaqwaan dan janganlah kamu tolong menolong dalam permusuhan dan perbuatan dosa..” (QS Al Maidah : 2)